Tokyo, 4 Agustus 2025 — Ekonomi Jepang telah resmi masuk ke dalam resesi teknis setelah mencatat dua kuartal berturut-turut pertumbuhan negatif. Di tengah tekanan fiskal dan tarif tinggi, nilai tukar yen juga telah melemah tajam, memicu kekhawatiran atas volatilitas pasar dan inflasi impor domestik.
📉 Resesi & Tren Ekonomi
Data terbaru memperlihatkan bahwa ekonomi Jepang menyusut 0,2% pada kuartal pertama 2025 dibandingkan kuartal sebelumnya, menandai negatif kedua secara berturut-turut dan mengonfirmasi resesi teknis. Sementara itu, survei Reuters memperkirakan pada kuartal II pertumbuhan GDP akan kembali positif sekitar 0,4% tahunan, menandakan potensi penahanan resesi berlanjut ReutersReuters.
Meskipun demikian, pertumbuhan domestik sepanjang tahun diproyeksikan sangat moderat, dengan pertumbuhan tahunan sekitar 0,7% di 2025 dan hanya meningkat sedikit menjadi 0,6–0,7% pada 2026 menurut beberapa lembaga riset DLRIIMF.
💱 Yen Melemah, Tekanan Tambahan
Nilai tukar USD/JPY mencapai sekitar ¥147–150 per dolar AS, menembus level terendah dalam empat bulan terakhir. Pelemahan ini dipicu oleh sinyal penundaan kenaikan suku bunga dari Bank of Japan (BoJ) dan ekspektasi bahwa bank sentral akan tetap mempertahankan kebijakan akomodatif di tengah ketidakpastian ekonomi global ReutersReutersReutersTrading EconomicsEconomies.com.
Pejabat Jepang menyatakan keprihatinan atas volatilitas ini. Menteri Keuangan Katsunobu Kato memperingatkan risiko spekulatif dalam pergerakan mata uang yang “tidak mencerminkan fundamental ekonomi” dan menyatakan kesiapan untuk bertindak jika diperlukan Reuters+1The Wall Street Journal+1.
🔍 Faktor Penyebab Pelemahan & Resesi
-
Divergensi kebijakan moneter global: Suku bunga AS jauh lebih tinggi dibanding Jepang—Fed di kisaran 5‑5,5% sementara BoJ hanya di 0,5%. Hal ini menciptakan gap imbal hasil yang mendorong aliran modal keluar dari yen Al JazeeraEBC Financial GroupBrookings.
-
Tantangan fiskal: Jepang menanggung public debt lebih dari 250% PDB, memaksa BoJ menjaga yield obligasi rendah melalui pembelian besar-besaran. Hal ini membatasi fleksibilitas kebijakan moneter BrookingsEast Asia Forum.
-
Dampak tarif AS: Tarif impor dari AS terhadap produk Jepang, termasuk otomotif (hingga 25%) dan produk lainnya, mempersempit ekspor dan melemahkan aktivitas ekonomi ReutersReutersDeloitte.
🧾 Dampak bagi Konsumen & Bisnis
Yen yang melemah menekan daya beli masyarakat, khususnya untuk barang impor seperti energi dan pangan. Rata-rata rumah tangga di Jepang membayar sekitar ¥90.000 lebih setiap tahun akibat harga impor yang lebih tinggi East Asia ForumThe Guardian.
Sementara itu, ekspor Jepang mendapatkan dorongan karena produk menjadi lebih murah di pasar global. Industri seperti otomotif, semikonduktor, dan sektor wisata menikmati keuntungan dari arus wisatawan asing yang meningkat tajam di 2024 East Asia Forumwww2.deloitte.com.
⚖️ Kebijakan & Respons BoJ
Bank of Japan pada 31 Juli 2025 mempertahankan suku bunga 0,5% dan memperkirakan inflasi inti akan meningkat menjadi 2,7%, naik dari estimasi sebelumnya ~2,2% ft.com+2Reuters+2Reuters+2. Meski inflasi masih didorong oleh harga pangan dan tekanan mata uang, BoJ memilih pendekatan hati‑hati dan menunda langkah pengetatan lebih lanjut.
Di pertemuan sebelumnya pada awal tahun, anggota BoJ saling bertukar pandangan soal risiko inflasi dari yen yang melemah dan upaya mempercepat kenaikan suku bunga jika diperlukan Reuters+1Reuters+1.
📈 Ringkasan Kondisi Ekonomi Jepang
Aspek | Kondisi Terkini |
---|---|
Resesi | Dua kuartal pertumbuhan negatif |
Nilai Tukar Yen | USD/JPY ≈ ¥147–150, melemah tajam |
Inflasi Inti | Diperkirakan naik ke 2,7% |
Kebijakan BoJ | Suku bunga tetap 0,5%, lebih hati-hati |
Ekonomi | Perlahan kembali bertumbuh Q2 2025 |
✅ Kesimpulan
Jepang kini menghadapi tahap sulit: secara resmi resesi teknis akibat perlambatan ekonomi dan peningkatan beban fiskal, sementara yen melemah tajam menambah tekanan impor dan inflasi internal. Meskipun ekspor dan pariwisata mendapat manfaat jangka pendek, pemerintah dan BoJ tetap berada dalam dilema antara menjaga stabilitas mata uang atau mempertahankan momentum ekspor guna mendukung pertumbuhan.